09 Maret 2018

Daftar Martir Kristen Seko


Seko, Negeri Para Martir Kristen
Daftar Martir Kristen Seko
Zakaria J. Ngelow

Dalam khotbah di Gereja Toraja, Jemaat Eno, Seko Padang, pada Hari Minggu Prapaskah III, 4 Maret 2018, saya menyebut Kekristenan di Seko sebagai “Kekristenan di Negeri Para Martir”. Sebagaimana dicatat dalam buku Masyarakat Seko Pada Masa DI/TII (1951-1965), lebih seratus orang Seko dibunuh pada masa pendudukan DI/TII, termasuk Ds. Pieter Sangka-Palisungan, Pendeta Gereja Toraja Resort Rongkong dan Seko, pada bulan Oktober 1953 bersama beberapa martir lainnya di daerah Malangke (kini bagian Kab. Luwu Utara).
Di antara para martir Seko dapat dicatat waktu, tempat dan nama-nama mereka di bawah ini. Kebanyakan mereka hanya dikenal nama kecilnya, tidak diperoleh nama baptis. Masa itu juga belum banyak orang Seko yang memakai nama keluarga.
Dua yang pertama. Pembunuhan pertama pada bulan Februari 1953 atas dua orang Beroppa di Rongkong (kampung Limbong?), yaitu:
1. Kele (Ambe’ Kondong) dan
2. Sassi’ (suami Indo’ Ritte’).

Korban-korban berikutnya setelah itu adalah,
3.    Bangkung, seorang remaja, yang ditembak pada bulan September di Kasimpo, dekat Beroppa, karena ikut kelompok yang melarikan diri.
4.    Sayang, seorang pemuda bernama asal Seko Tengah, dibunuh dan dikubur di jembatan Longa pada bulan September 1953.

Antara tahun 1953-1954 beberapa orang beriman lainnya dibunuh gerombolan DI/TII di Seko Tengah, yaitu:

5.    Emor Pangemanan (guru asal Minahasa, kakek Pdt Wilson Budiawan Pangemanan), mayatnya digantung di jembatan Sae (dekat Amballong), dan
6.    Pepa' (kakek Pdt Topan Pepa), bersama
7.    Ruung (seorang perempuan, ikut Seinendan pada zaman Jepang). Pepa’ dan Ruung berusaha menolong sejumlah perempuan yang suaminya sudah mengungsi, untuk melarikan diri ke tempat pengungsian suami mereka.
8.    Sambeang Kalambo, putra sulung Tomokaka (Kepala Adat) Beroppa', juga dibunuh di Longa, dengan diseret kuda.

Delapan martir di Pohoneang. Pada hari Minggu, tanggal 27 September 1953 gerombolan DI/TII menghukum mati dengan memancung delapan orang pemuda Seko di Pohoneang (Seko Tengah), yang ditangkap karena berusaha meninggalkan Seko ketika dipaksa masuk Islam. Mereka dipancung disaksikan masyarakat Seko dari berbagai kampung, yang dipaksa gerombolan DI/TII datang menyaksikan eksekusi itu. Diperoleh informasi bahwa keluarga para korban dengan dukungan Gereja Toraja Klasis Seko Embonatana telah mendirikan suatu monumen di Pohoneang untuk kedelapan martir itu. Mereka adalah:

1. Ello’,
2. Koti.
3. Panunda,
4. Saleno’,
5. Tehong,
6. Tilangka’,
7. Tumonga,
8. Tungga’.

Korban lain setelah itu di Seko Tengah:
1.     Bonga Palindang – dibunuh di Pasiriang, dekat Longa; mayatnya dihanyutkan di Sungai Betue.
2.    Kaba – seorang tua, petani, dibunuh di belakang rumahnya di Longa.
Para martir dari Seko Padang, 1954, 1956:
1.     Hibeto’ asal Singkalong, dibunuh di Po’ Bangka, dekat Lantang Tedong.
2.    Hikoro, wakil Kepala Kampung Singkalong, dibunuh di Mehire, dekat Kariango, karena melarikan diri dari Beroppa’.
3.    Amanna (ayah) Tahureke,
4.    Tahureke, dan
5.    Takossi’ (3-5 dibunuh di Malaling (antara Busak dan Hono), dekat Sungai Lodang)
6.    Sabbara’, asal Busak, dibunuh di Bengke;
7.    Toja’, dibunuh di Busak.
8.    Hirindu,
9.    Dombo,
10.  Toddo’ dan
11.   Pai (isteri Toddo’); 8-11 berasal dari Singkalong, ditangkap dan dibunuh ketika berusaha mengungsi ke Kalamanta (Sulawesi Tengah) pada tahun 1956.

Guru Injil dan 16 korban di Beroppa. Pada bulan Februari 1953 Pallai (Ambe’ Kaju) melarikan diri dari Beroppa’, namun kemudian ditangkap dan ditembak mati di hadapan masyarakat Beroppa’. Pada bulan Juni tahun 1954 gerombolan menghukum mati Guru Injil Paulus Rapa’ bersama delapan orang lain di Beroppa’, yang ditangkap di hutan karena melarikan diri. Mereka adalah:
1.     Paulus Rapa’ (Guru Injil)
2.    Otniel Osi’
3.    Pento’
4.    Po’ Losang
5.    Ongko
6.    Saleka
7.    Kodji’
8.    Tammemu’
9.    Ambe’ Kafutu
Yang sebelumnya sudah terbunuh ditembak gerombolan DI/TII di hutan itu ada tujuh orang, yaitu:
10.  Ambe’ Nganjak
11.   Wolter Bethony (balita)
12.  Indo’ Nareng
13.  Russa’
14.  Liana (balita)
15.  Barubuk
16.  Podi’ (gadis remaja 10-12 tahun) tersesat lebih 40 hari di hutan bersama sepupu sebayanya Reni Takudo. Keduanya ditemukan masih hidup tetapi Podi’ meninggal tak lama kemudian.
Sebelas syuhada pertempuran di Longa. Pada bulan September atau Oktober 1954 gugur sebelas putera Seko dalam pertempuran melawan gerombolan DI/TII di Longa. Mereka adalah:
1.     Lika
2.    Mallopi’
3.    Okko
4.    Penusuk
5.    Sungkilang (=Sukkilang)
6.    Tamare’
7.    Tambaru
8.    Tambolang
9.    Tasa’
10.  Tata’ (Kalaha’)
11.   Ambe’ Tiangnga’
Kemudian dua orang anggota pasukan pemuda Seko terbunuh, masing-masing
1.     Kasu - gugur pada awal 1955 ketika bertugas piket di antara Beroppa - Kariango, dan
2.    Patakka’ - gugur pada bulan Maret 1955 dalam penghadangan gerombolan DI/TII di Mapo' (wilayah Kalumpang).

Kepala Distrik, Proponen dan Tiga puluhan martir di Haunghulo-Lodang. Pada bulan Februari atau Maret 1963 gerombolan DI/TII menangkap dan membunuh Herman Batu Sisang, Kepala Distrik Seko di Pengungsian (mengungsi di Omu’, Sulawesi Tengah), bersama 32 orang rombongannya. Mereka sengaja berkunjung di masa damai (ceasefire) antara TNI dengan DI/TII. Di kampung Haunghulo 18 orang dibunuh lalu dimasukkan ke dalam tiga lubang, dan di kampung Lodang 15 orang dibunuh dan dimasukkan ke dalam dua lubang berisi sembilan orang (Kepala Distrik H.B. Sisang dkk), dan enam orang di lubang yang lain. Informasi yang diperolah kemudian bahwa mereka dibunuh pada pagi hari dan di salah satu rumah ada yang masih menawarkan makan sahur kepada beberapa korban. Kalau benar terjadi menjelang lebaran tahun 1963, maka kejadiannya pada bulan Februari. Dalam kalender Masehi tahun 1963 Idul Fitri pada tanggal 26-27 Februari. Mereka yang dibunuh adalah:
1.     Herman Batu Sisang (Kepala Distrik)
2.    Titus Tombang (Juru tulis Kepala Distrik)
3.    Jakob Ngali’ Batto’ (Proponen Gereja Toraja)
4.    Tasi’ Sisang (Guru Jemaat, Kepala Kampung Ledo)
5.    Barnabas Kaliputu
6.    Barrena
7.    Birri’ (Amanna Saripa)
8.    Darisan
9.    Daro
10.  Dette
11.   Doa’
12.  Johanis Kalang
13.  Kasong
14.  Kosi’
15.  Lambanang
16.  Lemo
17.  Lori
18.  Luther Assa’
19.  Mani’
20. Maro
21.  Marthinus Panandu
22. Matius Jokkok
23. Nombe
24. Parapa’
25. Poppanda Lekke’
26. Rattena
27. Sadi’
28. Tapandu
29. Tappu Sulo’
30. Taruk
31.  Tata’
32. Terang
33. Tonde’
Beberapa korban lain setelah pembunuhan rombongan Kepala Distrik Seko di Haunghulo dan Lodang:
1.     Peung – ditembak gerombolan DI/TII di Kare’pak, Rantedanga’, pada tanggal 31 Maret 1963.
2.    Indo’ Dui – seorang nenek tua yang ditemukan hangus dalam pondoknya yang dibakar gerombolan DI/TII di Kare’pak, pada tanggal 31 Maret 1963.
3.    Mali’ – anggota pasukan Seko yang piket di Pessintojangan ditembak gerombolan DI/TII pada tanggal 19 April 1963.
4.    Tarundu’ – anggota TNI Yon 758 asal Seko yang berlibur dari kesatuannya di Toraja, dibunuh gerombolan DI/TII di Buntubai (Rongkong) pada tahun 1963.

Selain monumen untuk delapan martir Seko di Pohoneang, para martir lainnya belum dibuatkan monumen. Sebaiknya juga di Beroppa dan di Haunghulo-Lodang didirikan monumen sebagai tanda bahwa Kekristenan di Tanah Seko didirikan di atas darah para martirnya. Tertulianus (kl. 155-240), salah seorang Bapa Gereja, yang hidup di masa awal Kekristenan yang penuh penganiayaan dan pembunuhan orang beriman, menyatakan: Darah para martir adalah benih gereja.

Rujukan:
Catatan di atas berdasarkan naskah Zakaria J. Ngelow, “Daftar Korban yang terbunuh pada Masa Gerombolan DI/TII di Seko (1953-1965)”, dalam Zakaria J. Ngelow & Martha Kumala Pandonge (eds), Masyarakat Seko Pada Masa DI/TII (1951-1965). Makassar: Yayasan Ina Seko, 2008, hh. 203-209. Daftar disusun berdasarkan informasi lisan dari sejumlah nara sumber, dan setelah dicek, dimuat dengan catatan “tetap terbuka untuk dikmoreksi”. Sejak penerbitan belum ada fihak yang mengoreksi daftar yang ada. Daftar memuat semua nama yang dibunuh atau gugur selama masa gerombolan, beberapa di antaranya beragama Islam. Dalam catatan ini, hanya yang beragama Kristen yang dicantumkan, sejumlah 96 orang.

Makassar, 9 Maret 2018

Zakaria J. Ngelow
-       lahir di Beroppa, Seko tahun 1952
-       studi teologi dan mendalami Sejarah Kekristenan












08 Maret 2018

Gereja sebagai Tanda

Majelis  Gereja Toraja Jemaat Sion, Eno (Seko Padang)

Yo 2: 13 – 22

Khotbah pada kebaktian Hari Minggu Prapaskah III, 4 Maret 2018
Dipersiapkan untuk disampaikan di salah satu Jemaat di Seko Tengah, dalam rangka tugas sebagai anggota Tim Kerja Sosialisasi Hasil Pertemuan Raya Masyarakat Seko (Meli, Masamba, 2-4 Fabruari 2018) namun tidak sempat karena ada halangan. Tetapi kemudian ditugaskan melayani di Gereja Toraja Jemaat Sion, Eno, Seko Padang. Boleh disebut ini suatu “khotbah sulung”, karena merupakan kesempatan pertama penulis melayani jemaat di Seko.

Zakaria J. Ngelow*

Pengantar: Tanah Seko Negeri Para Martir Gereja

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus. Saya ingin awali renungan Minggu Prapaskah ke-3 ini dengan mengemukakan bahwa dalam perspektif sejarah gereja, Kekristenan Seko -- yang akan genap 100 tahun beberapa tahun lagi -- adalah Kekristenan di negeri para martir. Martir (atau syahid) adalah orang yang dibunuh karena imannya.
Kampung-kampung Pohoneang, Beroppa', Haunghulo, Lodang adalah situs, atau lokasi sejarah, para martir Seko. Di Pohoneang dan Beroppa pembunuhan terjadi pada tahun 1953-54, sedangkan di Haunghulo dan Lodang 10 tahun kemudian, pada tahun 1963.
Banyak lagi yang terbunuh di tempat-tempat lain pada waktu yang berbeda-beda. Jumlahnya lebih 120 orang laki-laki dan perempuan dalam daftar hasil penelitian yang pernah kami sempat lakukan dan diterbitkan 10 tahun lalu. Darah Tuhan Yesus Kristus menyucikan kita dari dosa, dan darah para martir memotivasi kita hidup dalam kesetiaan iman dan pelayanan. Mereka menjadikan Kekristenan Seko teruji seolah-olah emas melalui api.
Adakah yang sudah dilakukan gereja di Seko untuk mengenang para martirnya? Sudah lama saya impikan ada monumen yang dapat menjadi tanda, bahwa di negeri ini banyak orang tertumpah darahnya dan kehilangan nyawanya karena kesetiaan imannya kepada Tuhan Yesus Kristus. Saya menyebut monumen sebagai tanda, karena saya akan bicara tentang gedung gereja sebagai tanda.

Info

·      Sebagaimana dicatat dalam buku Masyarakat Seko Pada Masa DI/TII (1951-1965), lebih seratus orang Seko dibunuh pada masa pendudukan DI/TII, termasuk Ds. Pieter Sangka-Palisungan, Pendeta Gereja Toraja Resort Rongkong dan Seko, pada bulan Oktober 1953 bersama beberapa martir lainnya di Malangke.

·     Pada hari Minggu, tanggal 27 September 1953 gerombolan DI/TII menghukum mati dengan memancung delapan orang pemuda Seko di Pohoneang (Seko Tengah), yang ditangkap karena berusaha meninggalkan Seko ketika dipaksa masuk Islam. 
·    Pada bulan Juni tahun 1954 di Beroppa’ gerombolan menghukum mati Guru Injil Paulus Rapa’ bersama delapan orang lain, yang ditangkap di hutan karena melarikan diri. Sedang yang terbunuh dalam pengejaran di hutan itu tujuh orang.
·  Pada bulan September atau Oktober 1954 gugur sebelas putera Seko dalam pertempuran melawan gerombolan DI/TII di Longa.
·  Pada bulan Februari atau Maret 1963 gerombolan menangkap dan membunuh Herman Batu Sisang, Kepala Distrik Seko di Pengungsian, bersama 32 orang rombongannya, di kampung Haunghulo dan di kampung Lodang. 



Bagian I Bait Allah Yahudi

Bait Allah sangat penting bagi orang Yahudi, karena merupakan rangkaian dari 3 simbol kehadiran Allah di tengah mereka sebagai umat Allah, yaitu Torat (firman Allah), Tanah Israel dengan Kota Yerusalem, dan Bait Allah di dalamnya.
Pada abad ke-6 sM, kota Yerusalem dihancurkan dan Bait Allah dijarah serta orang Yehuda dibuang ke Babel. Mereka kehilangan Yerusalem dan Bait Allah, karena itu di Babel mereka kembangkan pendalaman Torat dengan mendidik para Ahli Torat dan imam-imam, supaya dapat mengajar umat mengenal Allah dan menaati firman-Nya. Mereka juga diajar mencintai kota Yerusalem dan merindukan ziarah ke Bait Allah, (sebagaimana diungkapkan dalam sejumlah teksa kitab Mazmur).
Setelah kembali dari pembuangan, mereka mendirikan kembali kota Yerusalem dan membangun Bait Allah. Demikianlah kehadiran Allah yang dikenal melalui Firman-Nya, dihayati dalam ibadah bersama di Bait Allah, serta kehidupan sosial seisi kota Yerusalem, bahkan seluruh bangsa.
Tetapi kemudian bangsa Yahudi sekali lagi kehilangan Tanah Israel dan Bait Allah ketika pada tahun 70M tentara Romawi di bawah Jendral Titus menghancurkan Bait Allah, dan mengusir semua orang Yahudi dari, Tanah Israel, yang kemudian diduduki orang Arab-Palestina. Baru pada tahun 1947 orang Yahudi mendirikan Negara Israel, namun terus berkonflik memperebutkan kota Yerusalem. Sementara itu sejak tahun 681 penguasa Islam mendirikan Mesjid Al-Aqsa di bekas Bait Allah, yang berdiri megah sampai sekarang. Orang Yahudi hanya menggunakan Tembok Ratapan, yaitu dinding bekas Bait Allah, untuk berdoa (sambil menangis).

Bagian II Yesus dan Bait Allah

Sesuai tradisi, di zaman Tuhan Yesus Bait Allah dikunjungi orang Yahudi dari berbagai negeri perantauan, khususnya pada hari raya, seperti Perayaan Paska Yahudi dan Pentakosta.
Karena orang selalu ramai ke Bait Allah untuk beribadah dan membutuhkan berbagai keperluan ibadah seperti hewan-hewan qurban. dan karena mereka datang dari berbagai negara, mereka membawa mata uang yang berbeda-beda, sehingga perlu penukaran uang. Maka di Bait Allah ramailah orang berjual-beli hewan qurban dan menukar uang.

Yohanes 2:14 (TB) Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ.
Yohanes 2:15-16 (TB) Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya. Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan."

Tuhan Yesus menentang perdagangan di Bait Allah, bukanlah berarti bahwa orang Kristen tidak boleh berdagang, melainkan karena perdagangan itu di Bait Allah merupakan pemaksaan kepada umat. Agama dipakai memeras umat, yang dibacking oleh para pejabat agama. Maka dalam Injil Matius 21:13 Yesus menyebut para pedagang sebagai penyamun: "Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun."
Selain menentang pemerasan itu, Yesus mengusir para pedagang itu karena tempat mereka berjual beli di Bait Allah itu adalah bagian yang dikhususkan bagi pengunjung yang bukan orang Yahudi. Bagian dalam Bait Allah hanya bagi orang Yahudi. Dengan mengusir para pedagang dari tempat itu, Yesus memberi tempat bagi para peziarah yang bukan orang Yahudi, supaya orang asing itu belajar dan mengenal Allah dan hukum-hukum-Nya. Nabi Yesaya menubuatkan orang akan berduyun-duyun ke Bait Allah untuk belajar Firman Tuhan (lihat Yes 2:3, band. 51: 3-5).

Bagian III Memaknai Gedung Gereja

Bagaimana menerapkan kisah Yesus menyucikan Bait Allah ini? Kita bisa belajar dari orang Yahudi, yang menekankan kehadiran Allah dalam pengenalan dan ketaatan kepada firman-Nya (Torat) dan melalui ibadah di Bait Allah, yang merupakan pusat kehidupan persekutuan seluruh masyarakat, dalam satuan yang kecil seperti kampung dan desa, sampai ke seluruh bangsa bahkan umat manusia.
Singkatnya, Bait Allah merupakan tanda adanya persekutuan orang yang mengenal Allah dan hidup dalam ketaatan kepada firman-Nya, serta peduli dengan masalah yang dihadapi masyarakatnya.
Dalam pemaknaan ini, adanya gedung gereja adalah tanda bahwa di tempat itu ada persekutuan jemaat, yaitu orang-orang yang mengenal Allah dan menaati firman-Nya, serta peduli atau melayani masyarakat umum.
Gereja bukan hanya gedungnya, melainkan persekutuan yang hidup disekitar firman Allah yang diberitakan di dalamnya. Sering kali ada gedung gereja yang dibangun mewah dan mahal. Mungkin itu dapat dikritik sebagai penindasan kepada umat atas nama agama. Sering pula di balik gedung hebat itu ada persekutuan yang penuh konflik atau pementingan diri. Tidak ada pelayanan sosial kepada warga gereja dan warga masyarakat yang membutuhkan. Pada hal panggilan gereja, sebagaimana juga umat Allah dalam Alkitab, adalah menjadi berkat bagi segala bangsa. Jemaat yang hidup dalam konflik, tidak saling melayani dan tidak melayani ke luar bersama-sama, maka gedung gerejanya, sebenarnya reruntuhan.
Saya percaya di sini, di negeri para martir Kristen, jemaat setia pada firman Allah dan hidup saling melayani dan bersama-sama melayani masyarakat luas.
Amin

Bagian IV “Membangun dari Reruntuhan”
(yang tidak disampaikan, karena sudah agak panjang).

Tema pemberitaan pada Hari Minggu Prapaskah III ini adalah “Membangun dari Reruntuhan”, yang dihubungkan dengan sabda Yesus, “"Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali." (Yo 2:19)
Pengertian sabda ini telah dijelaskan dalam ayat 21 dan 22,
“Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri. Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan merekapun percayalah akan Kitab Suci dan akan perkataan yang telah diucapkan Yesus.”
Tema “Membangun dari Reruntuhan” memberi perspektif yang terkait dengan kehidupan jemaat, bahwa dalam Kristus yang bangkit dari kematian, gereja selalu punya harapan, juga ketika menurut ukuran dunia orang tidak berdaya lagi. Juga ketika kematian seolah-olah menang, ketika kekerasan, kejahatan atau kebodohan tidak bisa diatasi. Orang Kristen tetap percaya bahwa Allah bekerja mengubah, mengarahkan dan membuat terobosan ketika semua jalan seolah buntu. Begitulah kematian yang umumnya diterima sebagai akhir kehidupan, ternyata dalam Kristus dapat dilampaui. Kebangkitan bukan kembali ke dalam kehidupan sehari-hari, melainkan hidup melampaui kematian. Kata Paskah berarti melewati. Kalau kematian itu seakan sungai besar yang mengakhiri kehidupan, kebangkitan adalah jembatan menyeberanginya.
Maka bagi gereja, “Membangun dari Reruntuhan” bermakna menyambut kemenangan Kristus untuk menghidupkan harapan ketika orang seolah tidak berdaya lagi. Dan sesuai panggilannya, gereja menabur harapan di mana ada keputusasaan. Maka gereja hidup mengikuti doa terkenal dari St. Fransiskus Asisi:
Gereja adalah pembawa damai.
Bila terjadi kebencian, membawa cinta kasih.
Bila terjadi penghinaan, membawa pengampunan.
Bila terjadi perselisihan, membawa kerukunan.
Bila terjadi kesesatan, membawa kebenaran.
Bila terjadi kebimbangan, membawa kepastian.
Bila terjadi keputus-asaan, membawa harapan.
Bila terjadi kegelapan, membawa terang.
Bila terjadi kesedihan, membawa sukacita.

Ada banyak tantangan yang dihadapi masyarakat, di mana gereja harus berfungsi memikirkan dan juga melakukan pelayanan yang tepat.
Tadi saya mulai renungan ini dengan menanyakan adakah perhatian gereja kepada para martirnya, yang baru sekitar 50 tahun lalu terbunuh. Pertanyaan selanjutnya, apakah yang diperbuat gereja terhadap masyarakat Seko selama dan setelah pengungsian? Apakah gereja sempat membangun  dari reruntuhan masyarakat Seko?
Khusus di Makki (Karataun) dan Karama, saya tahu yang dilakukan sendiri para pemuka masyarakat, pemerintah dan gereja bagi masyaraklat Seko pengungsi masa itu: mererka mengumpulkan yang tersebar berhamburan di berbagai tempat, dan mengatur supaya setiap kelompok kampung dari Seko tetap berkelompok di pengungsian, supaya pemerintahan dan kehidupan jemaat tetap berjalan normal, ditambah dengan aspek penting: ada sekolah dasar (SR waktu itu) di setiap kampung. Dan untuk menjaga keamanan, suatu organisasi keamanan dibentuk dengan susunan dan tugas yang jelas.
Apa yang dilakukan gereja sejak kembali dari pengungsian sampai sekarang, biarlah menjadi bahan kajian orang terpelajar Seko maupun ahli dari luar. Tetapi sekarang kita perlu bertanya, apa yang difahami gereja mengenai keadaan masyarakat Seko dewasa ini, dan apa yang perlu dilakukan gereja menghadapinya? Misalnya, perusahaan-perusahaan besar akan masuk Seko; demikian juga jalan raya akan lebih baik dan lebih lancar. Banyak orang dari luar akan datang cari hidup di Seko. Tantangan (atau peluang) apa yang dilihat gereja pada perkembangan itu? Apa yang perlu dipersiapkan gereja menghadapi perkembangan itu? Ada banyak hal dapat dipikirkan. Sebagai satu contoh kita sebutkan pendidikan. Apakah pendidikan Kristen (Sekolah Minggu, Katekisasi, Katekisasi Pranikah, Pembinaan) diselenggarakan dengan mengantisipasi perkembangan-perkembangan itu, supaya anak-anak kita teguh dalam imannya serta setia menyaksikan Injil dan kehidupan Kristen? Bagaimana gereja mendukung pendidikan umum (SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi) untuk mengembangkan SDM yang bermutu dan dapat diandalkan menghadapi berbagai perkembangan Seko dalam 5 - 15 tahun ke depan? Mudah-mudahan sudah dan terus ada perhatian gereja terhadap dunia pendidikan. Misalnya mendirikan dan menambah koleksi buku-buku dan bahan-bahan belajar lainya.
“Membangun dari Reruntuhan” tidak harus menunggu hancur dulu, melainkan bisa juga dalam pendekatan sedia payung sebelum hujan.
Amin

23 Januari 2018







Beberapa Dokumen Acuan
PERTEMUAN RAYA
MASYARAKAT SEKO


Masamba, 2 – 4 Februari 2018








KONSEP
TATA TERTIB PERTEMUAN RAYA MASYARAKAT SEKO,
Masamba, 2-4 Februari 2018


1.     Pertemuan ini adalah Pertemuan Raya Masyarakat Seko yang bersifat terbuka dan sukarela.
2.    Segala keputusan yang diambil dalam Pertemuan Raya Masyarakat Seko bersifat musyawarah dan mufakat dan apabila dibutuhkan dapat melalui pemungutan suara, yang keputusannya didukung oleh suara terbanyak peserta pertemuan.
3.    Semua keputusan yang ditetapkan dalam Pertemuan Raya Masyarakat Seko bersifat mengikat semua peserta dan wajib dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab
4.    Peserta pertemuan adalah warga masyarakat Seko yang diundang dan mendaftar melalui Panitia.
5.    Panitia Pelaksana dan Pengarah termasuk peserta pertemuan.
6.    Pada acara tertentu dapat hadir para tamu yang diundang panitia.
7.    Pertemuan berlangsung dalam bentuk rapat yang dipimpin oleh tiga orang Ketua, dan seorang Sekretaris, yang dipilih peserta dari kalangan Panitia Pengarah.
8.    Pertemuan dapat berlangsung dalam Rapat Kelompok dengan Ketua dan Sekretaris Kelompok yang dipilih oleh peserta kelompok dan didampingi Panitia Pengarah.
9.    Pertemuan diselenggarakan mengikuti jadwal yang ditetapkan, membahas pokok-pokok yang ditentukan sesuai Kerangka Acuan.
10.  Perserta pertemuan mengikuti kegiatan dengan setia dan aktif, serta dengan menjaga ketertiban pertemuan.
11.   Ketertiban peserta pertemuan meliputi:
a.    Hadir tepat waktu.
b.    Mengisi Daftar Hadir.
c.    Dalam ruangan pertemuan dilarang merokok.
d.    Dalam ruangan pertemuan semua telepon seluler didiamkan (silent mode) supaya tidak mengganggu kelancaran pertemuan.
e.    Berbicara dengan sopan, singkat dan jelas sambil berdiri, setelah diberi kesempatan oleh pimpinan.
f.     Peserta yang meninggalkan ruangan pertemuan untuk keperluan tertentu memberi tanda kepada pimpinan pertemuan dengan berdiri dan mengangkat tangan.
***


KERANGKA ACUAN
PERTEMUAN RAYA MASYARAKAT SEKO

1. Nama Kegiatan:
Pertemuan Raya Masyarakat Seko

2. Narahubung (Contact Persons):
·         Drs. Tahir Bethony                : (Masamba, HP/WA 0821-8835-8835)
·         Pdt. Dr. Zakaria J. Ngelow     : (Makassar, HP/WA 0823-4777-9169;
  email: zngelow@gmail.com)

3. Latar Belakang
a.    Pada hari Minggu, tangal 28 Januari 2001, berlangsung Pertemuan Masyarakat Seko di Dusun Adil, Kampung Baru, Desa Harapan, Kec. Mappadeceng, Kab. Luwu Utara, di mana mengemuka berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat Seko sejak kembali dari pengungsian pada tahun 1960an. Masalah pendidikan, jalan raya Sabbang - Seko dan jalan raya / jembatan yang menghubungkan antarkampung di Seko, kebutuhan pelayanan kesehatan, air bersih, penerangan listrik, pengairan dan lain-lain  kebutuhan masyarakat Seko. Semua hal ini terkait dengan kenyataan menyedihkan kurangnya perhatian pemerintah Kab. Luwu waktu itu (dan pemerintah Kab Luwu Utara kemudian).

b.    Selain mengungkap berbagai permasalahan, juga dalam pertemuan waktu itu menge-muka kesadaran dan tekad para pemuka dan kalangan terpelajar masyarakat Seko untuk memberi perhatian memajukan masyarakat Seko umumnya, khususnya di Tanah Seko.

c.    Pada tanggal 21 Juni 2015, berlangsung di Makassar pertemuan sejumlah wakil masyarakat Seko di rantau - atas prakarsa Yayasan Ina Seko - dengan pimpinan PT Sekopower Prima/PT Asri Power, suatu perusahaan yang sedang melakukan survei untuk membangun PLTA di Seko. Konteks pertemuan itu adalah terjadinya pro dan kontra di kalangan masyarakat Seko terhadap kegiatan perusahaan itu, berdasar informasi yang tidak jelas mengenai proyek PLTA itu. Maka perlu informasi dari pimpinan perusahaan PLTA itu untuk menentukan sikap. Pertemuan di Makassar menghasilkan kesepakatan yang diusulkan kepada seluruh masyarakat Seko, yakni:

1)    Memberi kesempatan kepada perusahaan untuk menyelesaikan surveinya.
2)   Jika hasil survei positif bahwa proyek PLTA bisa dibangun di Seko, maka sebelum mulai pembangunan perlu ada perundingan antara wakil-wakil masyarakat Seko, perusahaan, dan pemerintah daerah untuk menyepakati hak-hak masyarakat Seko dari perusahaan itu.

d.    Adanya informasi pada bulan Oktober 2017 bahwa hasil survei PT Sekopower Prima/PT Asri Power cukup positif untuk membangun proyek PLTA di Seko, sehingga masyarakat Seko perlu segera merumuskan hak-haknya. Maka disepakati untuk segera menyelenggarakan Pertemuan Raya Masyarakat Seko ini.

4. Tujuan
a.    Pertemuan Raya Masyarakat Seko tahun 2018 ini secara khusus diselenggarakan untuk membahas dan menyepakati hak-hak masyarakat Seko dalam hubungan dengan proyek PLTA PT Sekopower Prima/PT Asri Power di Seko (Sungai Betue).
b.    Terkait dengan itu, pertemuan akan membentuk suatu lembaga yang akan mewakili masyarakat Seko berurusan dengan perusahaan dan dengan pemerintah menyangkut hak-hak masyarakat Seko.
c.    Pertemuan juga akan menunjuk suatu Tim Kerja yang berfungsi melakukan sosialisasi hasil-hasil pertemuan ini dan mediasi dengan warga yang belum memahami dan/atau belum menerima kehadiran proyek PLTA di Seko.
d.    Pertemuan Raya Masyarakat Seko ini juga adalah ruang bagi penguatan silaturahmi seluruh unsur masyarakat Seko, untuk bersama-sama mengambil sikap bersama terhadap berbagai perkembangan menyangkut pembangunan di Seko serta merumus-kan prinsip-prinsip masyarakat Seko menyangkut pengelolaan sumber daya alam Tanah Seko.
e.    Dalam hubungan itu pertemuan akan menyampaikan Pernyataan Masyarakat Seko kepada Pemerintah, baik menyangkut pembangunan maupun pengelolaan sumber daya alam di Seko, misalnya sama sekali menolak masuknya perusahaan tambang yang mau mengolah kekayaan mineral Tanah Seko (seperti emas, nikel, mangan, dsb), HPH atau perkebunan kelapa sawit dll yang berdampak merusak lingkungan alam Tanah Seko.

5. Tempat dan Waktu
Pertemuan Raya Masyarakat Seko diselenggarakan di kota Masamba, Luwu Utara, pada tanggal 2 - 4 Februari 2018.
Tempat        : Aula Hotel Remaja Indah
Alamat         : Jl Pajorra, Masamba, Kab. Luwu Utara
6. Peserta
  1. Peserta adalah wakil-wakil warga masyarakat Seko di rantau. Diharapkan ada koordinasi komunitas Seko di setiap daerah untuk menghadiri pertemuan ini. Pendaftaran peserta kepada Panitia Pelaksana di Masamba; dapat melalui teks SMS atau WhatsApp (WA) kepada Panitia Pelaksana:
·         Bpk Markus Massang, S.K.M.; No. HP/WA: 0822-8572-9808 atau
·         Bpk Yermia Parayo, S.Pd.; No.HP/WA:n 0823-4637-2341
Terkait akomodasi dan konsumsi serta persiapan lainnya, pendaftaran peserta selambat-lambatnya satu minggu sebelum pelaksanaan (terakhir mendaftar tgl 27 Januari 2018 jam 12.00).
  1. Dari Seko diundang khusus wakil-wakil seluruh komunitas adat, agama (Kristen dan Islam) dan pemerintah Kecamatan dan Desa.
Catatan:
·         Semua peserta datang dan pulang dengan biaya sendiri. Panitia Pelaksana berusaha menampung peserta di penginapan atau rumah-rumah keluarga di Masamba dan sekitarnya.
·         Peserta yang ingin menginap di hotel membayar sendiri, dan dapat menghubungi Panitia untuk membantu memesankan kamar hotel. Diinformasikan bahwa sewa hotel di tempat pertemuan antara 300 – 500 ribu rupiah per malam.

7. (Rancangan) Jadwal Kegiatan
Jumat, 2 Februari 2018
Jam
Sesion/Kegiatan
Catatan
14.00 – 17.00
(1) Pertemuan dengan Bupati Luwu Utara, Ibu Indah Putri Indriani, S.I.P.
Diawali doa pembukaan
17.00 – 19.00
(2) Rapat Panitia


Catatan: Pertemuan dengan Bupati Luwu adalah atas permintaan beliau, dan berhubung beliau harus menghadiri pertemuan di Jakarta pada tanggal 3 Februari, maka pertemuan dijadwalkan pada tanggal 2 Februari 2018, hari Jumat siang sesudah sholat Jumat. Panitia mengundang seluruh masyarakat Seko di Masamba dan sekitarnya untuk hadir pada pertemuan dengan Bupati ini.

Sabtu, 3 Februari 2018
Jam
Kegiatan
Catatan
08.00 – 08.30
(4)Pembukaan,
Penetapan Tata Tertib,
Pemilihan Pimpinan Pertemuan
Konsep disediakan Panitia Pengarah
08.30 - 10.00
(5) Catatan Pengantar (Keynote Address)
Koordinator Panitia Pengarah
10.00 - 10.30
Istirahat: teh/kopi dsb

10.30 - 12.30
(6) Informasi seputar proyek PLTA Seko
Oleh Pimpinan Perusahan PT Asri Power
12.30 - 13.30
Istirahat: makan siang

13.30 - 15.30
(7) Rapat Kelompok: Pembahasan draft hak-hak Masyarakat Seko

15.30 - 16.00
Istirahat: teh/kopi dsb

16.00 - 18.00
(8) Rapat Kelompok: Pembahasan draft hak-hak Masyarakat Seko (lanjutan)

18.00 - 19.00
Istirahat: makan malam

19.00
(9) Peserta pulang; rapat Panitia
Dapat dipakai rapat kelompok merampungkan pekerjaannya

Minggu, 4 Februari 2018
Jam
Kegiatan
Catatan
08.00 - 08.30
(10) Kebaktian singkat
(untuk peserta Kristen)
08.30 – 10.00
(11) Rapat Pleno: Penetapan hasil Rapat Kelompok

10.00 – 10.30
Istirahat: teh/kopi dsb

10.30 - 12.30
(12) Rapat Pleno: Penetapan hasil Rapat Kelompok
Lanjutan
12.30 - 13.30
Istirahat: makan siang

13.30 - 15.30
(13) Penutupan (laporan panitia, sambutan, dsb)

15.30 - 16.00
Istirahat: teh/kopi dsb

16.00 - 17.00
(14) Rapat Lembaga, Tim Kerja, dsb

17.00 - 18.00
Makan malam

18.00
Selamat jalan, selamat berkerja


Catatan:
-       Jadwal disesuaikan dengan progres pertemuan; dimajukan atau diundurkan sesuai kebutuhan.
-       Bila diperlukan, jam istirahat dapat dipersingkat.

8. Anggaran Belanja
Sumber-sumber dana:
·         sumbangan sukarela warga masyarakat Seko
·         sumbangan PNS di Seko
·         sumbangan pemerintah Kecamatan/Desa Seko
·         sumbangan kerukunan-kerukunan Seko
·         sumbangan pribadi peserta
·         usaha dana Panitia Pelaksana dari berbagai sumber yang tidak mengikat.
Anggaran pembiayaan Panitia Pertemuan Raya Masyarakat Seko 2018 selama 3 hari sbb:
No
Pokok pembiayaan
Jumlah Rp.
Catatan
1
Perlengkapan dan Dokumentasi
4.500.000,00

2
Sekretariat
1.500.000,00

3
ATK
1.000.000,00

4
Konsumsi (makan)
26.250.000,00
5x150x35rb
5
Konsumsi (snack)
8.400.000,00
7 x150x10rb
6
Keamanan
1.000.000,00

7
Tak terduga
350.000,00


TOTAL
43.000.000,00


·         Selain sumbangan yang dikumpulkan oleh Panitia Pelaksana di Masamba, warga Seko di rantau dapat juga menyumbang melalui Rekening BNI Cabang Palopo No. 0462 830 956 an. Pdt. Yahya Boong.
9. Panitia
Panitia terdiri atas Panitia Pelaksana dan Panitia Pengarah (Steering Committee).
Panitia Pelaksana
Panitia Pelaksana bertanggungjawab atas dukungan teknis pelaksanaan pertemuan, khususnya mengatur akomodasi, konsumsi, transportasi peserta dari/ke penginapan, keamanan dan kesekretariatan, serta dukungan teknis lainnya.
Pelindung/Penasihat
·         Kepala Kecamatan Seko
·         Barnabas Tandi Paewa, S.H., M.H.
·         Herman Pagadi, S.Pd.
·         Pdt. S.T. Bethony,S.Th.
·         Pdt. Zet Bethony, STh
·         Paulus Palang
·         Daniel Bethony, S.Pd.
·         Herman Lome
·         Yohanis Palamba
·         Petrus Tandi Kobo
·         Esaf TP
·         Ruben Roppong

Pengurus Inti
Ketua            : Drs. Tahir Bethony
Wakil Ketua     : Drs. Nasir Saleng
Sekretaris        : Yones Lada, S.Pd., M.Pd.
Wakil Sekretaris  : Yepta Paliwangi, S.Pd.
Bendahara       : Agustina Pango

Seksi-seksi dengan Koordinatornya:
Acara                : Samty Bethony
Perlengkapan/ Akomodasi      : Tore Pasembang
Transportasi       : Awal Bangai
Usaha Dana       : Daniel Bethony
Konsumsi          : Ny. Yospina Bethony
Keamanan         : A. Hendrik Panodji
Sekretariat         : Yermia Parayo.
Panitia Pengarah
Panitia Pengarah bertanggungjawab atas proses dan substansi pertemuan – al. mendampingi diskusi kelompok, menjadi moderator, dsb - untuk mencapai tujuan pertemuan sebagaimana dikemukakan di atas.
Zakaria J. Ngelow (Koordinator)
Tahir Bethony (Wakil Koordinator)
Yermia Talose (Sekretaris)
Yermia Parayo (Wakil Sekretaris)

Anggota-anggota:

Amran Rede
Awal Bangai
David Garente
Efraim Sa’bi
Elianus Samben
Frans Karrai
Kalvin Kalambo
Mahir Takaka
Marsunyi Bangai
Martha Ngelow-Pandonge
Meni Bethony
Miltan Pomandia
Nasir Saleng
Neti Pasande
Robert Maarthin
Robin Kohe
Set Asmapane Panandu
Usman Sisfair
Yahya Boong
Yakub Samben
Yonathan Lada

***


BAHAN RAPAT KELOMPOK
MENGENAI KONSEP CSR

Tugas Kelompok: 
(1)  merumuskan pemahaman Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility),
(2)  Memberikan usul-usul konkrit bentuk-bentuk CSR yang cocok dengan kebutuhan masyarakat Seko.
Pemahaman CSR
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya), perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya
Sebuah definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yaitu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus bergerak di bidang "pembangunan berkelanjutan" (sustainable development) yang menyatakan sebagai berikut: “CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya”.
(Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan)

Contoh-contoh Program CSR
o   Pemberdayaan ekonomi: Memberikan pelatihan keterampilan seperti usaha jahit dan ternak. Kemudian memberikan dana bantuan juga sebagai modal awal bagi masyarakat di sekitar.
o   Kesehatan: Memberikan pelayanan pemeriksaan gratis dan pembagian obat-obatan secara cuma-cuma. Juga menyediakan edukasi kesehatan bagi siswa SMP dan SMA. Membangun sarana olah raga.
o   Pendidikan: Menyediakan beasiswa bagi anak SD, SMP, dan SMA. Kemudian memberikan bantuan peralatan kepada pihak sekolah. Serta mengadakan perlombaan yang sifatnya edukatif.
o   Pengembangan kebudayaan: Memberikan bantuan sumbangan untuk pembangunan rumah ibadah, perbaikan jalan, serta mengadakan event-event pagelaran budaya bagi masyarakat.
o   Lingkungan: Mengelola limbah B3 dengan baik, menanam pohon sebagai penghijauan, melakukan pendidikan lingkungan, dsb.

Beberapa Pertimbangan:
o   CSR sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan harus jelas besarannya termasuk tujuannya. Ada CSR yang diberikan sekaligus dan ada juga yang per tahun tergantung kesepakatan.
o   CSR untuk beasiswa juga harus jelas dengan merinci kuota setiap desa agar adil (harus jelas berapa tamatan SMA yang akan di sekolahkan dari setiap desa per tahun ) dengan mendapat uang saku (berapa rupiah perbulan) dari Perusahaan dan semua biaya di tempat kuliah ditanggung olh perusahaan.
o   Masyarakat Seko meminta jalan/jembatan antar kampung di Seko di masukkan ke dalam usulan CSR.
o   Gratis listrik untuk Tanah Seko diambil dari internal consumption (pemakaian sendiri) artinya tidak melewati meter KWH PLN.
o   Untuk urusan Jalan Poros Sabbang - Seko perlu jelas apakah tanggungjawab perusahaan atau pemerintah atau kerjasama
o   Tenaga kerja lokal harus menjadi prioritas utama di seluruh bagian mulai dari level pengawas sampai bawahan sesuai dengan keahlian yang di miliki masing-masing, artinya selama masih ada tenaga kerja lokal yang bisa mengisi posisi yang dibutuhkan perusahaan tidak boleh mengambil tenaga kerja yang bukan warga masyarakat Seko
o   Jaminan tenaga kerja tidak boleh dibedakan antara lokal dan pendatang seperti jaminan akomodasi dan konsumsi. Hal ini harus digaris bawahi agar perusahaan konsisten mengikuti aturan tersebut. Sering terjadi masalah di proyek karena kecemburuan sosial akibat hal tersebut.

Pertimbangan selanjutnya:
o   Kehadiran PLTA di Seko adalah harapan baru bagi kita masyarakat Seko untuk lebih baik atau setara dengan daerah lain yang sudah maju. Namun harapan itu hanya dapat terwujud kalau perusahaan memiliki tanggung jawab sosial (CSR) bagi masyarakat seko sebagai pemilik lahan atau SDA.
o   Tentu dengan diterapkannya program CSR, maka mayarakat pun akan memiliki tanggung jawab bagi kelangsungan perusahaan jangka panjang bahkan selamanya. Jadi ada tanggung jawab timbal balik.



*** 



BAHAN RAPAT KELOMPOK
KOMPENSASI WARGA TERDAMPAK LANGSUNG

Tugas Kelompok:
(1)  Merumuskan pengertian “Warga Terdampak Langsung”, yaitu warga di lokasi proyek PLTA yang harta bendanya masuk dalam area proyek.
(2)  Mengidentifikasi jenis-jenis harta benda yang dapat terdampak.
(3)  Mengusulkan bentuk-bentuk kompensasi.
Kompensasi Bagi Warga Yang Terkena Dampak Langsung Proyek PLTA
Salah satu hak-hak masyarakat Seko terkait proyek PLTA di Seko adalah “kompensasi bagi warga yang terkena dampak langsung proyek PLTA”. Kompensasi merupakan ganti rugi yang saling menguntungkan antara dua pihak, yang dapat disebut sebagai pihak I pemegang saham PLTA dan pihak ke 2 masyarakat Seko yang terkena dampak hadirnya PLTA. Dampak proyek dapat dikategorikan ke dalam 3 bagian, yang selanjutnya disebut sebagai dampak primer, dampak sekunder, dan dampak tertier.
1.    Dampak primer yaitu kehilangan secara permanen lahan pertanian, peternakan, perikanan, pemukiman dan sarana umum.
2.  Dampak sekunder adalah kehilangan sementara lahan pertanian, peternakan, pemukiman dan sarana umum lainnya.
3.  Dampak tertier adalah pengurangan nilai (value) objek kepemilikan masyarakat akibat hadirnya berbagai perangkat-perangkat (equipment) proyek.
Ad 1. Dispensasi yang diusulkan dari forum ini adalah relokasi. Relokasi-relokasi tersebut diatas sedapat mungkin ditempatkan berdekatan dengan lokasi semula. Jika relokasi di area terdekat tidak memungkinkan karena berbagai faktor maka pilihannya adalah relokasi yang jauh, dalam hal ini tetap memperhitungkan imbal dispensasi jarak. Termasuk dalam relokasi ini adalah persawahan dan perikanan akibat berkurangnya aliran debit air.
Selain relokasi, dispensasi dapat dilakukan dengan nilai lahan (imbal jual beli). Pihak I membeli kepada pihak II dengan nilai objek futuristik [nilai objek setelah paska pembangunan proyek atau beberapa tahun setelah paska pembangunan proyek] dan bukan nilai NJOP futuristik.
Ad 2. Dispensasi yang diusulkan dari poin ini adalah masyarakat pemilik lahan dapat kembali beraktivitas di area bekas projek yang tidak lagi digunakan sebagai tempat aktivitas proyek (proyek sudah on going, sudah berjalan), dengan imbal hak guna sementara oleh Pihak I yang tentunya pihak II mendapatkan dispensasi ganti rugi selama projek on process. Pengembalian lahan pertanian, peternakan, pemukiman dan sarana umum lainnya tentunya dalam posisi objek semula dan atau lebih dari itu.
Ad 3. Hadirnya perangkat-perangkat projek dapat saja mengurangi nilai objek kepemilikan masyarakat, antara lain berkurangnya nilai objek karena pagar pembatas PLTA, tower-tower kabel listrik, aliran listrik saluran tegangan tinggi (Sutet), dan lain-lain. Dalam hal ini pihak I memberi dispensasi kepada masyarakat sesuai aturan perundang-undangan dan atau usulan masyarakat.

Catatan
·         Tanah milik (sawah, kebun, rumah) dengan bukti kepemilikan yang sah, termasuk keterangan dari fihak yang berwenang yang diakui secara hukum.
·         Kompensasi bisa dalam bentuk pembayaran dengan harga yang disepakati, atau penggantian di lokasi yang lain.
***

BAHAN RAPAT KELOMPOK
MENGENAI HAK ATAS SAHAM PERUSAHAAN


Tugas Kelompok:
Menyiapkan konsep mengenai perolehan bagian saham perusahaan untuk masyarakat Seko, dan langkah-langkah mencapainya.

Suatu pengantar telah disiapkan anggota Panitias Pengarah, Dr. Set Asmapane Panandu, yang memuat prinsip-prinsip pemilikan dan perhitungan saham. Naskah itu akan dijelaskan secara populer sehingga dapat difahami seluruh peserta. Selanjutnya Kelompok perlu diskusikan dan rumuskan usul-usul mengenai langkah-langkah yang perlu di tempuh untuk mencapai pemilikan itu. Kedua pokok hasil diskusi kelompok akan dibahas di pleno. Setelah disempurnakan dan disetujui, akan menjadi pegangan lembaga yang mewakili masyarakat Seko memperjuangkan hak-hak saham masyarakat Seko pada perusahaan.



***


BAHAN RAPAT KELOMPOK
KONSEP KELEMBAGAAN


Tugas Kelompok:

1.     Merumuskan pokok-pokok Anggaran Dasar Yayasan, yang diperlukan dalam mengurus Akte Notaris Yayasan. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun2001 tentang Yayasan, Pasal 14 (2), pokok-pokok AD Yayasan sbb

a)    nama dan tempat kedudukan;
b)   maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut;
c)    jangka waktu pendirian;
d)   jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda;
e)    cara memperoleh dan menggunakan kekayaan;
f)     tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;
g)    hak dan kewajiban anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;
h)   tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan;
i)     ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
j)     penggabungan dan pembubaran Yayasan; dan
k)    Penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan Yayasan setelah pembubaran.
2.    Mengusulkan personalia Yayasan (atau kriteria) untuk ditetapkan dalam posisi
a)    Pendiri/Pembina
b)   Pengawas
c)    Pengurus

3.    Tugas kelompok lainnya adalah mengusulkan TIM KERJA SOSIALISASI hasil-hasil pertemuan Masamba untuk masyarakat di Seko. Sesuai perkembangan, tim ini sudah harus bekerja pada bulan Februari atau awal bulan Maret 2018. Tim sosialisasi dapat terdiri atas minimal 9 orang
o   Ketua
o   Wakil Ketua
o   Sekretaris
o   Bendahara
o   5 orang Anggota

4.    KALAU Kelompok tidak dapat menyelesaikan tugas 1 dan 2 maka alternatifnya adalah mengusulkan suatu Panitia ad hoc, yang terdiri atas beberapa orang dengan tugas:
a)    menyusun AD Yayasan selengkapnya,
b)   menunjuk personalia dalam struktur Yayasan; untuk itu Kelompok mengusulkan kriteria personalia (untuk ditetapkan di rapat pleno).


Beberapa Konsep Acuan

Salah satu kelengkapan dalam perjuangan hak-hak masyarakat masyarakat Seko adalah adanya suatu lembaga yang sah secara hukum. Diusulkan adanya suatu yayasan untuk itu.
Prinsip dasar yang perlu dipegang kuat dalam urusan kelembagaan ini adalah: (a) secara hukum legal mengikuti undang-undang dan peraturan pemerintah terkait; (b) melibatkan (menyatukan) semua unsur masyarakat Seko, di Seko dan di rantau; (c) merupakan lembaga perjuangan bersama masyarakat Seko untuk kepentingan seluruh masyarakat Seko, khususnya di Seko.

1)    Sesuai UU Yayasan maka struktur suatu yayasan terdiri atas Pembina, Pengawas dan Pengurus. Bisa dilengkapi dengan Seksi-seksi dan koordinatornya.
2)   Fungsi Yayasan dapat meliputi tiga bidang sosial, kemanusiaan dan keagamaan, yang dirumuskan dalam tujuan Yayasan. Yayasan yang akan dibentuk dapat meliputi ketiga bidang itu, dan dinyatakan dalam Anggaran Dasar.
3)   Selain itu perlu menentukan nama yayasan (yang belum dipakai fihak lain), dan kedudukannya (alamat).


ASAS DAN TUJUAN YAYASAN

Tujuan dibentuknya Yayasan adalah
1.      Memberdayakan masyarakat Seko, khususnya semua unsur masyarakat di Seko, dalam berhadapan dengan berbagai kebijakan pembangunan.
2.     Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat Seko melalui usaha-usaha yang teratur, terencana dan berkesinambungan.
3.     Mendampingi masyarakat Seko dalam upaya-upaya memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan di Seko, termasuk kelestarian lingkungannya.


FUNGSI YAYASAN

Berdasarkan tujuannya maka fungsi Yayasan adalah sebagai berikut:
1.   Membangun jaringan  ke berbagai lapisan masyarakat Seko dan pemerintah maupun pemerintah daerah.
2.   Mengupayakan terwujudnya pengembangan martabat kemanusiaan yang sesuai dengan Pancasila. Mendorong pemberdayaan melalui pendampingan masyarakat agar memiliki harkat dan martabat, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil, kreatif dan inovatif serta berguna bagi bangsa dan negara.
3.   Mengembangkan fungsi-fungsi lain melalui kerjasama dengan pihak dalam maupun luar negeri, yang dapat bermanfaat bagi masyarakat Seko guna terwujudnya kesejahteraan dan keadilan.
4.   Menjadi kontrol sosial bagi penyelenggara negara yang bersih dan berwibawa.

STRUKTUR YAYASAN

Struktur Yayasan terdiri dari Pembina, Pengawas dan Pengurus. Pengurus ini terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan beberapa Orang Koordinator.
PERSONALIA YAYASAN

Pengurus Yayasan terdiri dari  Pembina, Pengawas dan  Pengurus.  Pengurus ini terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan beberapa Orang Koordinator (tergantung kebutuhan), semuanya diangkat oleh Dewan Pembina untuk waktu yang ditentukan selama-lamanya 5 tahun dan dapat dipilih kembali.

Usul untuk Petrsonalia:
I. PEMBINA
Ketua
Anggota (2 orang)
II. PENGAWAS
      Ketua
      Anggota (4 orang)
III. PENGURUS
Ketua Umum
Wakil Ketua Umum
Sekretaris Umum
Wakil Sekretaris Umum
Bendahara Umum
Wakil Bendahara Umum
Anggota-anggota (9 orang)

IV. SEKSI – SEKSI

a. Seksi Teknis/Litbang
b. Seksi Perencanaan Program
c. Seksi Advokasi
d. Seksi Pengembangan SDM
e. Seksi Humas dan Lembaga

Rujukan hukum:
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun2001 tentang Yayasan
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan

***