09 Maret 2018

Daftar Martir Kristen Seko


Seko, Negeri Para Martir Kristen
Daftar Martir Kristen Seko
Zakaria J. Ngelow

Dalam khotbah di Gereja Toraja, Jemaat Eno, Seko Padang, pada Hari Minggu Prapaskah III, 4 Maret 2018, saya menyebut Kekristenan di Seko sebagai “Kekristenan di Negeri Para Martir”. Sebagaimana dicatat dalam buku Masyarakat Seko Pada Masa DI/TII (1951-1965), lebih seratus orang Seko dibunuh pada masa pendudukan DI/TII, termasuk Ds. Pieter Sangka-Palisungan, Pendeta Gereja Toraja Resort Rongkong dan Seko, pada bulan Oktober 1953 bersama beberapa martir lainnya di daerah Malangke (kini bagian Kab. Luwu Utara).
Di antara para martir Seko dapat dicatat waktu, tempat dan nama-nama mereka di bawah ini. Kebanyakan mereka hanya dikenal nama kecilnya, tidak diperoleh nama baptis. Masa itu juga belum banyak orang Seko yang memakai nama keluarga.
Dua yang pertama. Pembunuhan pertama pada bulan Februari 1953 atas dua orang Beroppa di Rongkong (kampung Limbong?), yaitu:
1. Kele (Ambe’ Kondong) dan
2. Sassi’ (suami Indo’ Ritte’).

Korban-korban berikutnya setelah itu adalah,
3.    Bangkung, seorang remaja, yang ditembak pada bulan September di Kasimpo, dekat Beroppa, karena ikut kelompok yang melarikan diri.
4.    Sayang, seorang pemuda bernama asal Seko Tengah, dibunuh dan dikubur di jembatan Longa pada bulan September 1953.

Antara tahun 1953-1954 beberapa orang beriman lainnya dibunuh gerombolan DI/TII di Seko Tengah, yaitu:

5.    Emor Pangemanan (guru asal Minahasa, kakek Pdt Wilson Budiawan Pangemanan), mayatnya digantung di jembatan Sae (dekat Amballong), dan
6.    Pepa' (kakek Pdt Topan Pepa), bersama
7.    Ruung (seorang perempuan, ikut Seinendan pada zaman Jepang). Pepa’ dan Ruung berusaha menolong sejumlah perempuan yang suaminya sudah mengungsi, untuk melarikan diri ke tempat pengungsian suami mereka.
8.    Sambeang Kalambo, putra sulung Tomokaka (Kepala Adat) Beroppa', juga dibunuh di Longa, dengan diseret kuda.

Delapan martir di Pohoneang. Pada hari Minggu, tanggal 27 September 1953 gerombolan DI/TII menghukum mati dengan memancung delapan orang pemuda Seko di Pohoneang (Seko Tengah), yang ditangkap karena berusaha meninggalkan Seko ketika dipaksa masuk Islam. Mereka dipancung disaksikan masyarakat Seko dari berbagai kampung, yang dipaksa gerombolan DI/TII datang menyaksikan eksekusi itu. Diperoleh informasi bahwa keluarga para korban dengan dukungan Gereja Toraja Klasis Seko Embonatana telah mendirikan suatu monumen di Pohoneang untuk kedelapan martir itu. Mereka adalah:

1. Ello’,
2. Koti.
3. Panunda,
4. Saleno’,
5. Tehong,
6. Tilangka’,
7. Tumonga,
8. Tungga’.

Korban lain setelah itu di Seko Tengah:
1.     Bonga Palindang – dibunuh di Pasiriang, dekat Longa; mayatnya dihanyutkan di Sungai Betue.
2.    Kaba – seorang tua, petani, dibunuh di belakang rumahnya di Longa.
Para martir dari Seko Padang, 1954, 1956:
1.     Hibeto’ asal Singkalong, dibunuh di Po’ Bangka, dekat Lantang Tedong.
2.    Hikoro, wakil Kepala Kampung Singkalong, dibunuh di Mehire, dekat Kariango, karena melarikan diri dari Beroppa’.
3.    Amanna (ayah) Tahureke,
4.    Tahureke, dan
5.    Takossi’ (3-5 dibunuh di Malaling (antara Busak dan Hono), dekat Sungai Lodang)
6.    Sabbara’, asal Busak, dibunuh di Bengke;
7.    Toja’, dibunuh di Busak.
8.    Hirindu,
9.    Dombo,
10.  Toddo’ dan
11.   Pai (isteri Toddo’); 8-11 berasal dari Singkalong, ditangkap dan dibunuh ketika berusaha mengungsi ke Kalamanta (Sulawesi Tengah) pada tahun 1956.

Guru Injil dan 16 korban di Beroppa. Pada bulan Februari 1953 Pallai (Ambe’ Kaju) melarikan diri dari Beroppa’, namun kemudian ditangkap dan ditembak mati di hadapan masyarakat Beroppa’. Pada bulan Juni tahun 1954 gerombolan menghukum mati Guru Injil Paulus Rapa’ bersama delapan orang lain di Beroppa’, yang ditangkap di hutan karena melarikan diri. Mereka adalah:
1.     Paulus Rapa’ (Guru Injil)
2.    Otniel Osi’
3.    Pento’
4.    Po’ Losang
5.    Ongko
6.    Saleka
7.    Kodji’
8.    Tammemu’
9.    Ambe’ Kafutu
Yang sebelumnya sudah terbunuh ditembak gerombolan DI/TII di hutan itu ada tujuh orang, yaitu:
10.  Ambe’ Nganjak
11.   Wolter Bethony (balita)
12.  Indo’ Nareng
13.  Russa’
14.  Liana (balita)
15.  Barubuk
16.  Podi’ (gadis remaja 10-12 tahun) tersesat lebih 40 hari di hutan bersama sepupu sebayanya Reni Takudo. Keduanya ditemukan masih hidup tetapi Podi’ meninggal tak lama kemudian.
Sebelas syuhada pertempuran di Longa. Pada bulan September atau Oktober 1954 gugur sebelas putera Seko dalam pertempuran melawan gerombolan DI/TII di Longa. Mereka adalah:
1.     Lika
2.    Mallopi’
3.    Okko
4.    Penusuk
5.    Sungkilang (=Sukkilang)
6.    Tamare’
7.    Tambaru
8.    Tambolang
9.    Tasa’
10.  Tata’ (Kalaha’)
11.   Ambe’ Tiangnga’
Kemudian dua orang anggota pasukan pemuda Seko terbunuh, masing-masing
1.     Kasu - gugur pada awal 1955 ketika bertugas piket di antara Beroppa - Kariango, dan
2.    Patakka’ - gugur pada bulan Maret 1955 dalam penghadangan gerombolan DI/TII di Mapo' (wilayah Kalumpang).

Kepala Distrik, Proponen dan Tiga puluhan martir di Haunghulo-Lodang. Pada bulan Februari atau Maret 1963 gerombolan DI/TII menangkap dan membunuh Herman Batu Sisang, Kepala Distrik Seko di Pengungsian (mengungsi di Omu’, Sulawesi Tengah), bersama 32 orang rombongannya. Mereka sengaja berkunjung di masa damai (ceasefire) antara TNI dengan DI/TII. Di kampung Haunghulo 18 orang dibunuh lalu dimasukkan ke dalam tiga lubang, dan di kampung Lodang 15 orang dibunuh dan dimasukkan ke dalam dua lubang berisi sembilan orang (Kepala Distrik H.B. Sisang dkk), dan enam orang di lubang yang lain. Informasi yang diperolah kemudian bahwa mereka dibunuh pada pagi hari dan di salah satu rumah ada yang masih menawarkan makan sahur kepada beberapa korban. Kalau benar terjadi menjelang lebaran tahun 1963, maka kejadiannya pada bulan Februari. Dalam kalender Masehi tahun 1963 Idul Fitri pada tanggal 26-27 Februari. Mereka yang dibunuh adalah:
1.     Herman Batu Sisang (Kepala Distrik)
2.    Titus Tombang (Juru tulis Kepala Distrik)
3.    Jakob Ngali’ Batto’ (Proponen Gereja Toraja)
4.    Tasi’ Sisang (Guru Jemaat, Kepala Kampung Ledo)
5.    Barnabas Kaliputu
6.    Barrena
7.    Birri’ (Amanna Saripa)
8.    Darisan
9.    Daro
10.  Dette
11.   Doa’
12.  Johanis Kalang
13.  Kasong
14.  Kosi’
15.  Lambanang
16.  Lemo
17.  Lori
18.  Luther Assa’
19.  Mani’
20. Maro
21.  Marthinus Panandu
22. Matius Jokkok
23. Nombe
24. Parapa’
25. Poppanda Lekke’
26. Rattena
27. Sadi’
28. Tapandu
29. Tappu Sulo’
30. Taruk
31.  Tata’
32. Terang
33. Tonde’
Beberapa korban lain setelah pembunuhan rombongan Kepala Distrik Seko di Haunghulo dan Lodang:
1.     Peung – ditembak gerombolan DI/TII di Kare’pak, Rantedanga’, pada tanggal 31 Maret 1963.
2.    Indo’ Dui – seorang nenek tua yang ditemukan hangus dalam pondoknya yang dibakar gerombolan DI/TII di Kare’pak, pada tanggal 31 Maret 1963.
3.    Mali’ – anggota pasukan Seko yang piket di Pessintojangan ditembak gerombolan DI/TII pada tanggal 19 April 1963.
4.    Tarundu’ – anggota TNI Yon 758 asal Seko yang berlibur dari kesatuannya di Toraja, dibunuh gerombolan DI/TII di Buntubai (Rongkong) pada tahun 1963.

Selain monumen untuk delapan martir Seko di Pohoneang, para martir lainnya belum dibuatkan monumen. Sebaiknya juga di Beroppa dan di Haunghulo-Lodang didirikan monumen sebagai tanda bahwa Kekristenan di Tanah Seko didirikan di atas darah para martirnya. Tertulianus (kl. 155-240), salah seorang Bapa Gereja, yang hidup di masa awal Kekristenan yang penuh penganiayaan dan pembunuhan orang beriman, menyatakan: Darah para martir adalah benih gereja.

Rujukan:
Catatan di atas berdasarkan naskah Zakaria J. Ngelow, “Daftar Korban yang terbunuh pada Masa Gerombolan DI/TII di Seko (1953-1965)”, dalam Zakaria J. Ngelow & Martha Kumala Pandonge (eds), Masyarakat Seko Pada Masa DI/TII (1951-1965). Makassar: Yayasan Ina Seko, 2008, hh. 203-209. Daftar disusun berdasarkan informasi lisan dari sejumlah nara sumber, dan setelah dicek, dimuat dengan catatan “tetap terbuka untuk dikmoreksi”. Sejak penerbitan belum ada fihak yang mengoreksi daftar yang ada. Daftar memuat semua nama yang dibunuh atau gugur selama masa gerombolan, beberapa di antaranya beragama Islam. Dalam catatan ini, hanya yang beragama Kristen yang dicantumkan, sejumlah 96 orang.

Makassar, 9 Maret 2018

Zakaria J. Ngelow
-       lahir di Beroppa, Seko tahun 1952
-       studi teologi dan mendalami Sejarah Kekristenan












Tidak ada komentar: