27 Oktober 2011

Batas wilayah Seko-Rongkong

PERNYATAAN SIKAP
MENYANGKUT PERBATASAN WILAYAH KECAMATAN SEKO DAN KECAMATAN LIMBONG,
KABUPATEN LUWU UTARA, SULAWESI SELATAN

Pada beberapa waktu terakhir telah timbul perbedaan pendapat mengenai batas wilayah Kecamatan Seko dan Kecamatan Limbong. Hal ini disebabkan adanya pemahaman yang keliru dan pelanggaran batas tradisional antara wilayah Seko dan Rongkong oleh fihak tokoh dan masyarakat Rongkong. Wakil-wakil Masyarakat Seko yang tercantum di bawah ini, baik dari unsur pejabat dan tokoh masyarakat di Seko, maupun tokoh-tokoh masyarakat, pemuda dan mahasiswa di rantau menyatakan sikap kepada pemerintah dan semua fihak terkait -- menyangkut perbatasan wilayah Kecamatan Seko dan Kecamatan Limbong -- sebagai berikut:

1. Batas tradisional tanah ulayat yang diwariskan para leluhur Seko dan Rongkong adalah bukit Tabembeng. Dalam kearifan para leluhur, disepakati bahwa semua wilayah di mana anak sungainya mengalir ke arah Seko adalah wilayah Seko dan sebaliknya wilayah yang air sungainya mengalir ke daerah Rongkong adalah wilayah Rongkong. Pada masa lalu pelanggaran atas batas ini tidak terjadi, selain karena kearifan dan kejujuran mereka, juga karena para pendahulu kita tidak bersikap tamak, tidak mengklaim milik fihak lain sebagai miliknya.
2. Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda ada kewajiban masyarakat membayar belasting (pajak). Untuk kebutuhan itu masyarakat mencari damar di hutan ulayat masing-masing. Karena masyarakat Rongkong tidak mempunyai hutan dengan pohon-pohon damar maka atas permintaan mereka maka para Tomokaka dan Tobara’ Seko memberi izin kepada masyarakat dari Rongkong untuk mencari damar sampai ke daerah Mabusa. Izin itu hanyalah untuk mencari damar, bukan memberikan tanah ulayat Seko kepada masyarakat Rongkong. Sering terjadi bahwa mereka mencari damar sampai melampaui batas wilayah hutan yang diizinkan bagi mereka.
3. Sejak dahulu Seko dan Rongkong adalah wilayah yang terpisah dalam Kadatuan Luwu, dan pada masa pemerintahan kolonial Belanda masing-masing dibentuk tersendiri sebagai Distrik Seko dan Distrik Rongkong Atas. Keadaan ini berlaku sampai masa pendudukan gerombolan DI/TII bderakhir pada tahun 1960-an. Penduduk kedua distrik menjadi sangat berkurang akibat pengungsian karena gerombolan itu, sehingga Seko dan Rongkong Atas digabung menjadi satu kecamatan, yang disebut Kecamatan Limbong.
4. Pada tahun 1999-2004 berlangsung persiapan pembentukan Kecamatan Seko. Kecamatan Seko berhasil ditetapkan pada bulan April tahun 2004. Penetapan ini sebenarnya mengembalikan status Seko sebagaimana sebelumnya, yaitu satu distrik tersendiri. Dalam penetapan itu tidak ditentukan batas wilayah; rupanya karena orang sama memahami dan menerima batas tradisional, yakni bukit Tabembeng.
5. Tetapi kemudian sejumlah tokoh dan masyarakat dari Kecamatan Limbong berusaha mengklaim dan menduduki wilayah Kecamatan Seko, dalam bentuk membuka kebun dan mendirikan pondok di sekitar hutan Mabusa, seolah- olah wilayah itu termasuk Kecamatan Limbong. Dalam percakapan sering mereka ajukan argumentasi bahwa daerah itu tempat leluhur mereka mengambil damar, yang mereka artikan hutan dan tanah itu milik mereka. Mereka tidak tahu atau berusaha melupakan yang sebenanya, bahwa leluhur mereka hanya diberi izin mengambil damar di wilayah Seko itu.
6. Dalam dinamika pembangunan daerah Seko ke depan, masyarakat Seko memerlukan wilayah pengembangan yang lebih luas, misalnya untuk pemekaran desa-desa. Pada kenyataannya penduduk Seko bertambah dengan cukup pesat pada beberapa tahun terakhir. Karena itu masyarakat Kecamatan Seko tidak bersedia memberikan tanah ulayatnya untuk menjadi wilayah Kecamatan Rongkong.
7. Dalam suatu perundingan baru-baru ini, yang difasilitasi pemerintah Kabupaten Luwu Utara, para pemuka masyarakat Kecamatan Seko berupaya memahami kebutuhan masyarakat Kecamatan Limbong sehingga bersedia menyerahkan sebagian wilayahnya sampai ke Mabusa, tetapi wakil-wakil fihak Kecamatan Limbong menolak dan menghendaki lebih luas lagi. Karena sikap seperti itu, dan karena kebutuhan bagi pengembangan Kecamatan Seko, maka sebagai wakil-wakil masyarakat Seko, kami meninjau ulang tawaran kami, dan tetap mempertahankan batas tradisional daerah Seko dengan Rongkong, yaitu bukit Tabembeng.

28 Oktober 2011

Tim Perbatasan Seko:
1. Drs. Tahir Bethony (Kepala SMA Neg. Seko)
2. Barnabas Tandipaewa, M.Hum (Tokoh Masyarakat)
3. Nasir Saleng, S.Ag (tokoh Kepala Cabang Dinas Pendidikan Seko)
4. Marthindas Pasarrin (Kepala Desa Malimongan)
5. Yusuf Amos (Kepala Desa Embona Tana)
6. Thomas Edison (Kepala Desa Beroppa’)

Pejabat Pemerintah Seko
1. Agrippa Asri, S. Sos (Kepala Kecamatan Seko)
2. Obed Bongga (Kepala Desa Tirobali)
3. Thomas Edison (Kepala Desa Beroppa’)
4. Marthindas Pasarrin (Kepala Dasa Malimongan)
5. Otto Sadar (Kepala Desa Tanamakaleang)
6. Ny. Martha Sattu (Kepala Desa Hoyane)
7. Yusuf Amos (Kepala Desa Embonatana)
8. Sabrin (Kepala Desa Padangraya)
9. Safaruddin (Kepala Desa Lodang)
10. Harun Talotong (Kepala Desa Hono)
11. Ali Hijrat (Kepala Desa Taloto)
12. Ny. Ruth Taeli (Kepala Desa Padangbalua)
13. Hendrik (Kepala Desa Marante)

Pemuka Dewan Adat Seko:
1. Tubara Lodang
2. Tubara Turong
3. Tubara Hono
4. Tokay Singkalong
5. Tobara Pohoneang
6. Tobara Amballong
7. Tobara Hoyane
8. Tomokaka Kariango
9. Tomokaka Beroppa

Tokoh-tokoh Masyarakat, generasi muda dan mahasiswa asal Seko di rantau:(sdh terdaftar 65 nama sbb, silahkan anda juga)

Tokoh-tokoh Masyarakat, generasi muda dan mahasiswa asal Seko di rantau:
1. Agustinus Tibian, SH (Makale)
2. AIPDA Herlin Pagadi (Makassar)
3. A.K. Samben (Seriti)
4. AKBP Yunus Tammu (Makassar)
5. AKP Daniel Panandu, SH (Makassar)
6. Arthur Tandipaewa (Makassar)
7. Awal Bangai (Palopo)
8. Diar (Makassar)
9. dr. Magdalena B. Ngelow (Palu)
10. Dr. Martha K. Pandonge-Ngelow, M.Hum (Poso)
11. Drs. Abd Rachman Sulli, M.Ag (Maros)
12. Drs. Esaf Teang (Palu)
13. Drs. Herman Ampera Parantean (Makassar)
14. Drs. Herman Pagadi (Wasuponda, Luwu Timur)
15. Drs. John Agan (Palu)
16. Drs. Linggi Pasarrin (Makassar)
17. Drs. Linde’ Pasembang (Palopo)
18. Drs. Marsunyi Bangai (Makassar)
19. Drs. Paulus Tibian (Makassar)
20. Drs. Rande Samben (Samarinda)
21. Drs. Risal, M.Pd (Makassar)
22. Drs. Samben Paotonan (Makassar)
23. Frans Kinda (Biromaru)
24. IPDA Darwis (Makassar)
25. Ir. Darius Y. Ngelow (Buol)
26. Ir. Salmon Timotius Tombang (Makassar)
27. Ir. Samuel Kalambo (Makassar)
28. Ir. Yakub Samben (Makassar)
29. Ir. Yonathan Lada (Kendari)
30. Irene Palisungan-Takudo (Rantepao)
31. J.L. Bethony (Seriti)
32. J.R. Tibian (Rantepao)
33. Kapt. (Pur TNI-AL) Silas P. Kalambo (Makassar)
34. KOMPOL Aleksander Yusuf (Makassar)
35. KOMPOL Daniel Lindang (Makassar)
36. Let.Kol (Pur POLRI) Yohanis Lembeh Takudo (Jakarta)
37. Luther Sindang (Omu, Biromaru)
38. M. Karuttang (Makassar)
39. Mahir Takaka, S.Ag (Jakarta)
40. Marten Tatengnge (Biromaru)
41. Pdt. D.P. Kalambo (Makassar)
42. Pdt. Debora Tondong, S.Th (Palu)
43. Pdt. Dr. Zakaria J. Ngelow (Makassar)
44. Pdt. Eliezer Tarongki, S.Th (Palu)
45. Pdt. Elisa Sisang, S.Th (Batusitanduk)
46. Pdt. Joni Tapingku, M.Th (Semarang)
47. Pdt. Kalvin Kalambo, M.Th (Mamuju)
48. Pdt. M. Tandi Appang (Seriti)
49. Pdt. Monika Kawengian-Kalambo (Manado)
50. Pdt. Robert Maarthen, S.Th (Semarang)
51. Pdt. Simon Bethony (Masamba)
52. Pdt. Yahya Boong, S.Th (Palopo)
53. Pdt. Yakub Tangke (Palopo)
54. Petrus Katjang (Makassar)
55. P. Palang (Masamba)
56. P. Palimbong (Palopo)
57. P. Pottanubu (Palopo)
58. P. Sundung (Masamba)
59. Ribka Matakupan-Pagadi (Palu)
60. Sem Takuda (Palu)
61. Semuel Samben, S.H (Palu)
62. Senong (Biromaru)
63. Silas Andekan (Rantepao)
64. Y.T. Lindang (Makassar)
65. Yeremia Talose (Palu)

2 komentar:

RWM Boong Bethony mengatakan...

Telah di Forward ke semua Group-Group Komunitas to seko di internet.

http://halt-in.blogspot.com mengatakan...

Saya adalah putra rongkong asli kelahiran Baebunta.............
Masalah perbatasan Rongkong dan Seko adalah masalah yang sangat rumit untuk diselesaikan karena punya cerita/versi masing-masing kedua belah pihak.Pemerintahpun sangat susah mengambil sikap dikarenakan tidak adanya arsip batas dusun/desa terdekat pada waktu kedua daerah ini masih satu wilayah kecamatan.
Usulan saya kalau memang tidak bisa diselesaikan secara musyawarah dan mufakat tanpa ada yang merasa dirugikan,sebaiknya lokasi yang disengketakan dimasukkan kewilayah tanpa pemilik artinya negara/pemerintah yang akan mengatur selanjutnya.
Demikian usulan saya tanpa mengurangi rasa hormat kepada saudara2 ditanah Rongkong-Seko,utamakan dulu pembangunan,ekonomi,pendidikan,kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta berpikir bagaimana membuka isolasi daerah ini,perbatasan adalah prioritas berikutnya.