29 April 2008

Beberapa Ide Membangun Seko

[Surat dari Seth Asmapane, 28 April 2008]

Syalom!
Ada beberapa pemberitaan mengenai Seko secara keseluruhan baik melalui media elektronik, media cetak serta informasi melalui orang2 tertentu, kita sekalipun Seko masih bergumul dengan predikat daerah tertinggal, namun paling tidak sudah ada upaya dari pihak2 tertentu dan pemerintah serta orang Seko sendiri untuk memajukan kehidupan perekonomian, kehidupan pendidikan, kesehatan dan teristimewa kehidupan bidang spritualitas masyarakatnya yang pluralist. Untuk mengejar ketertinggalan masyarakat Seko tersebut maka tidak ada alternatif lain kecuali menggalakkan pembangunan yang multi dimensi yang sifatnya partisipatif dalam arti program pembanguna yg multi dimensi tadi benar2 melibatkan elemen masyarakat Seko yang sangat mengerti akan kebutuhannya.Untuk itu ada beberapa ide yang dapat saya sampaikan (kalau ide ini sudah terlambat ya syukurlah kalau sudah dilakukan) antara lain:

1. Untuk pembangunan fisik berupa sarana prasarana di Seko sebaiknya diusulkan agar pemerintah melibatkan LSM atau lembaga sosial yang ada di Seko (orang Seko) untuk mengawasi jalannya pembangunan tersebut agar anggaran pembangunan tersebut benar2 tepat sasaran, hal ini untuk menghindari terjadinya korupsi dana pembangunan di Seko.

2. Pembangunan fisik terserbut sebaiknya merupakan rumusan pembangunan dari masyarakat Seko yang mengerti akan kebutuhan pembangunan yg prioritas di Seko misalnya akses jalan poros Seko - Sabbang.

3. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka perlu adanya keterwakilan orang Seko di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, sehingga ada saluran aspirasi yg tepat bagi masyarakat seko. Juga termasuk jika dimungkinkan ada orang Seko yang menjadi camat di Seko agar benar-benar dapat memberjuangkan masyarakatnya.

4. Untuk pembangunan dibidang pertanian mohon agar diusulkan kepada pemerintah kabupaten untuk pengupayakan Pegawai Penyuluh Lapangan Pertanian ke Seko agar dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat dalam bertani.

5. Untuk pembangunan bidang spritual saya sangat setuju dengan program yang sedang digalakkan oleh Alexander Mangoting dengan teman-temanya untuk mencetak tenaga pemberdayaan di Seko melalui program pendidikan satu tahun ke Jawa, hanya saja perlu diperjelas program pendidikannya agar relevan dengan kebutuhan orang seko.

6. Khusus untuk tenaga pelayan yakni Pendeta di Seko yang masih sangat kurang, agar Yayasan Ina Seko mengajukan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Toraja untuk melakukan 2 hal:
a. Menambah tenaga Pendeta di Seko dimana gaji dari para Pendeta tersebut harus dibayar khusus dari BPMS melalui anggaran khusus yang dibebankan kepada Jemaat di Kota yang mampu membantu program tersebut agar Pendeta tidak khawatir dengan jaminan hidupnya.
b. Harus ada MoU antara BPMS Gereja Toraja dengan Pendeta yang akan ditempatkan di Seko menyangkut periode maksimal mereka bertuga di seko, misalnya maksimal 5 tahu sudah harus keluar dari Seko ke jemaat lain, agar tidak ada lagi Pendeta yang menolak ditempatkan di Seko karena khawatir akan pensiun atau menghabiskan waktu berpuluh tahun di seko, sekalipun kelihatannya hanya sebagai batu loncatan bagi para pendeta namun yang penting adalah tujuan pelayanan/pembinaan iman bagi masyarakat Seko sudah tercapai.

7. Untuk program pendidikan yang digalakkan oleh Yayasan Ina Seko, perlu penyebaran informasi yang lebih luas mengenai dua hal yakni a) bantuan buku bacaan (bekas) kepada murid di Seko dan b) honor untuk guru bidang studi tertentu. Mungkin ada baiknya Yayasan mengirim surat secara resmi kepada perwakilan2 orang Seko di daerah2 tertentu untuk membantu dua hal diatas, sehingga atas dasar surat resmi dari Yayasan Ina Seko tersebut perwakilan/orang yang ditunjuk tersebut dapat berusaha/bergerak secara legal dan pasti didukung oleh orang Seko yang sudah mampu membantu hal tersebut.

8. Mohon Yayasan Ina Seko melakukan pendekatan dan pencerahan kepada orang tua dan calon mahasiswa dari Seko agar jangan asal kuliah, maksudnya selalu memilih jurusan yang relative gampang maaf misalnya “Bahsa Indosesia”, “PMP/Sejarah” dll, tetapi agar benar-benar memilih jurusan di Perguruan Tinggi yang memang masih sangat dibutuhkan pasar tenaga kerja, sehingga setelah selesai kuliah bisa berkompetisi dgn yg lain, bukan kembali ke Seko menjadi “patteke”. Prinsipnya jangan kuliah asal kuliah tetapi kuliah yang punya goal yang jelas, karena sekarang zamanya sudah beda dengan zaman dulu dimana “pekerjaan mencari orang”, sekarang “orang memperebutkan pekerjaan”.

9. Hal lain yang turut memprihatinkan saya (syukurlah kalau ini sdh hilang) yakni pola kuliah di Palopo yang tinggal di gubuk-gubuk dimana dulu terbukti banyak yang gagal dari pada yang berhasil karena akibat kehidupan bebas dalam gubuk, sehingga bukannya pulang ke Seko membawa prestasi kuliah yang baik tetapi pulang ke Seko membawa prestasi pertambahan populasi penduduk. Hal ini dulu pernah sangat mengendorkan semangat orang tua untuk menyekolahkan anaknya pada perguruan tinggi khususnya di Palopo. Untuk itu mungkin lebih baik mereka didorong untuk kuliah dengan menumpang dirumah orang sehingga terawasi dan lebih tertantang untuk belajar keras.

Demikian ide2 yang dapat saya sampaikan, jika tidak berkenan mohon maaf!

Set Asmapane
Hp 18125506003

Tidak ada komentar: